Deskripsi
|
Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar,
Sumatera Utara, 22 Juli 1917 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5
September 1984 pada umur 67 tahun) adalah mantan Menteri Indonesia pada
beberapa Departemen, antara lain beliau pernah menjabat menjadi Menteri
Luar Negeri. Ia juga pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia yang
ketiga.
Karier beliau diawali sebagai wartawan dan tokoh
pergerakan kebangsaan yang dilakukannya secara autodidak. Di masa
mudanya, beliau sudah aktif ikut pergerakan nasional memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada
bangsa mendorong beliau untuk pergi merantau ke Jakarta.Kemudian beliau
mendirikan Kantor Berita Antara yang kemudian menjadi Kantor Berita
Nasional. Beliau mendirikan Antara bersama Albert Manumpak, Sipahoetar,
Pandoe Kartawigoena, dan Mr. Soemanang. berkantor di JI. Pinangsia 38
Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua,
dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat
kabar nasional. Sebelumnya, beliau sudah sering menulis antara lain di
koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.Pada tahun 1934-1935, beliau
memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan. Di
tahun 1940-1941 menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia
(Gerindo) di Jakarta. Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan
Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Di zaman
penjajahan Jepang, beliau juga aktif bergerilya dalam gerakan pemuda
memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni,
Chaerul Saleh, dan Wikana, beliau pernah membawa Bung Karno dan Bung
Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat
berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam
Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III
Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan
susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota
Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen. 1945-1946
menjadi anggota Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta. Kariernya
semakin menanjak ketika menjadi Ketua II Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja
KNIP. Di tahun 1946, beliau mendirikan Partai Rakyat, sekaligus
menjadi anggotanya. 1948-1956, beliau menjadi anggota dan Dewan
Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, beliau berhasil memangku
jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) yang lahir
dari hasil pemilihan umum. Karier beliau di dunia internasional
terbentuk ketika diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa
penuh untuk negara Uni Sovyet dan negara Polandia. Di tahun 1962, beliau
menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia
dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika
Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan
Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, beliau
menjadi anggota Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang
didirikannya,yaitu Kantor Berita Antara. Pada tahun 1963, beliau pertama
kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu Kabinet yang bernama
Kabinet Kerja sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat sebagai
Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE).
Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam
Malik bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai
musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi. Ketika
terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik
yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya.
Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik.
Pada tahun yang sama, lewat televisi, beliau menyatakan keluar dari
Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya
modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Pada
tahun 1964, beliau mengembang tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi
untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Di tahun 1966,
kariernya semakin gemilang ketika menjabat sebagai Wakil Perdana
Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia di kabinet Dwikora II. Karier murninya sebagai Menteri
Luar Negeri dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada tahun
1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di kabinet Ampera
II. Pada tahun 1968, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I,
dan tahun 1973 kembali memangku jabatan sebagai Menteri Luar Negeri
untuk terakhir kalinya dalam kabinet Pembangunan II. Di tahun 1971, ia
sempat memimpin sidang umum PBB ke-26 sebagai Ketua Sidang. Karier
tertingginya dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagai Wakil
Presiden RI yang diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di
tahun 1978. Ia merupakan Menteri Luar Negeri RI di urutan kedua yang
cukup lama dipercaya untuk memangku jabatan tersebut setelah Dr.
Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru,
Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan
negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan
Orde Lama. Bersama Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN, Adam Malik
memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Beberapa tahun setelah
menjabat wakil presiden, beliau merasa kurang dapat berperan banyak.
Maklum, beliau seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya
berperan sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam
beberapa kesempatan beliau mengungkapkan kegalauan hatinya tentang
feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Beliau menganalogikannya
seperti tuan-tuan kebon. Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan
birokrat, beliau sering mengatakan “semua bisa diatur”. Sebagai
diplomat beliau memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas
segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya.
Tapi perkataan “semua bisa diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran
kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur” dengan uang. Setelah
mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di
Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan
anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik.
Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan. Atas jasa-jasa
beliau, beliau dianugerahi berbagai macam penghargaan, diantaranya
adalah Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971, Bintang Adhi Perdana
kl.II pada tahun 1973, dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada
tahun 1998.
Nama Lengkap
|
Jenderal (Purnawirawan) Try Soetrisno
|
Nama Panggilan
|
Pak Try
|
Jenis Kelamin
|
L
|
Tempat lahir
|
Surabaya, Jawa Timur
|
Tanggal Lahir
|
15 November, 1935
|
Tahun Diangkat
|
1993
|
Tahun Diberhentikan
|
|
Deskripsi
|
Jenderal (Purnawirawan) Try Soetrisno (lahir di
Surabaya, Jawa Timur, 15 November, 1935) adalah mantan Wakil Presiden
Indonesia yang keenam. Ia dilantik sebagai Wakil Presiden pada Sidang
Umum MPR tahun 1993.
Nama : Try Soetrisno Lahir : Surabaya, 15 November 1935 Agama : Islam Isteri : Tuti Sutiawati (Menikah : Bandung, 5 Februari 1961) Anak : • Nora Tristiyana (5-4-1962) • Taufik Dwi Cahyono (9-8-1964) • Firman Santya Budi (17-11-1965) • Nori Chandrawati (31-3-1967) • Isfan Fajar Satrio (7-2-1970) • Kunto AriefWibowo (15-3-1971) • Natalia Indrasari (30-12-1974)
Pendidikan Umum : • Sekolah Dasar (1942 -1950) • SMP (1950-1953) • SMA B (1953-1956) Pendidikan Militer : • Atekad (1956-1959) • Susjurpazikon/MOS (1962) • Latsar Para (1964) • Kupaltu (1965) • MOS Amfibi (1967) • Suslapa Zeni (1968) • Seskoad (1972) • Seskogab (1977) Karir Jabatan dan Kepangkatan : • Dilantik menjadi Letda CZI NRP. 18436 (1-10-1959) • Danton Zipur di Palembang (1959-1962) • Danton Zikon di Kendari (1962-1963) • Naik Pangkat menjadi Lettu (1-1-1963) • Dankima Yonzikon-2 di Palembang (1964) • Dankizi I/DTR di Jakarta (1965-1867) • Kupaltu (1965) • Naik Pangkat menjad i Kapten (1-1-1966) • Wadan Denma Ditziad di Jakarta (1967-1968) • Wadanyon Zipur 9/Para di Bandung (1968-1970) • Naik Pangkat menjadi Mayor (1-1-1970) • Danyon Zipur 10/FIB di Pasuruan (1970-1971) • Naik Pangkat menjadi Letkol (1-1-1972) • Karo Suad-2 di Jakarta (1972-1974) • ADC Presiden di Jakarta (1974-1978) • Naik Pangkat menjadi Kolonel (1-4-1976) • Kasdam XVI/Udy di Denpasar (1978-1979) • Naik Pangkat menjadi Brigadir Jenderal (1-5-1979) • Pangdam IV/Swj di Palembang (1979-1982) • Naik Pangkat menjadi Mayor Jenderal (1-12-1982) • Pangdam V/Jaya di Jakarta (1982-1985) • Naik Pangkat menjadi Letnen Jenderal (20-8-1985) • WakasaddiJakarta (1985-1986) • KasaddiJakarta (1986-1988) • Naik Pangkat menjadi Jenderal (20-4-1987) • Pangab (1988-1993) • Anggota MPR RI di Jakarta (1983-1993) • Ketua Umum PBSI (1985-1993) • Wakil Presiden RI (1993-1998) • Ketua Umum DPP Pepabri (1998-2002) • Ketua Umum Prima, Persahabatan RI-Malaysia (2002 s/d sekarang) Tanda Jasa/ Penghargaan : Dalam Negeri : • Bintang Republik Indonesia Adipradana • Bintang Mahaputra Adipurna • Bintang Mahaputra Adipradana • Bintang Yudha Dharma Utama • Bintang Dharma • Bintang Kartika Eka Paksi Utama • Bintang Jalasena Utama • Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama • Bintang Bhayangkara Utama • Bintang Kartika Eka Paksi Pratama • Bintang Kartika Eka Paksi Nararya • Satya Lancana GOM VII • Satya Lancana Sapta Marga (PRRI Sumbar) • Satya Lancana Sapta Marga (PRRI Sumsel) • Satya Lancana Satya Dharma • Satya Lancana Wira Dharma • Satya Lancana Penegak • Satya Lancana Seroja • Satya Lancana Kesetiaan VIII • Satya Lancana Kesetiaan XVI • Satya Lancana Kesetiaan XXIV • Satya Lancana Wira Karya
Luar Negeri : • Bt. Order of The Yugoslav Flag With Golden Star (Yugoslavia) • Bt. Order for The Military Merits With Golden Stafr(Yugoslavia) • Bt. Das Grosse Verdienstkreuz Mit Stern (Jerman) • Bt. The Most Noble Order of The Crown of Thailand (Thailand) • Bt. Commandeur de La Legion D Honneur (Prancis) • Bt. Darjah Paduka Mahkota (Johor) • Bt. Ereteken Voor Verdienste (Belanda) • Bt. Legion of Merit (USA) • Bt. Nishan-I-Imtiaz (Pakistan) • Bt. Kepahlawanan Panglima Gagah Angkatan Tentera (Malaysia) • Bt. Darjah Yang Mulia Pangkuan Negara (Malaysia) • Bt. Tong II (Republik Korea) • Bt. Kehormatan Darjah Utama Bakti Chemerlang (Singapura) • Bt. The Most Exalted Order of The White Elephant (Thailand) • Bt. Kebesaran Negara (Brunei Darussalam) • Bt. Philippine Legion of Honor (Philipina)
|
Nama Lengkap
|
Letjen. (Purn) Umar Wirahadikusumah
|
Nama Panggilan
|
Umar Wirahadikusumah
|
Jenis Kelamin
|
L
|
Tempat lahir
|
Situraja, Sumedang, Jawa Barat
|
Tanggal Lahir
|
10 Oktober 1924
|
Tahun Diangkat
|
1983
|
Tahun Diberhentikan
|
|
Deskripsi
|
Umar Wirahadikusumah kelahiran Situraja, Sumedang,
Jawa Barat 10 Oktober 1924, Ketika ia dipilih menjadi Wakil Presiden
(1983-1988), banyak kalangan tidak menduga sebelumnya. Tapi sosoknya
yang tidak ambisius rupanya telah menempatkannya memperoleh kepercayaan
dari Presiden Soeharto ketika itu. Putera kelima dari pasangan Raden
Rangga Wirahadikusumah (Wedana Ciawi, Tasikmalaya) dan Raden
Ratnaningrum (putri Patih Demang Kartamenda di Bandung), ini memperoleh
pendidikan di Eropesche Lagere School (1935-1942) MULO (1942-1945), SMA (1955-1957) dan Universitas Padjadjaran (1957).
Memulai
pendidikan kemiliteran pada zaman Jepang. Ia mengikuti latihan pemuda
Seinendojo (Sunen Dancho) Tangerang (1943), lalu masuk latihan perwira
(Shoodanchoo) Tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor (1944).
Kemudian pendidikan Chandra Muka (1951), SSK AD (1955) hingga Sus
Jenderal (1966).
Perjalanan karirnya dimulai sebagai Komandan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Cicalengka, Jawa Barat (1945). Pada masa
awal Revolusi itu, sejumlah pemuda Sunda bergabung masuk tentara.
Sebagian dari mereka berasal dari keluarga bangsawan, di antaranya Umar
Wirahadikusumah (zoon van de Wedana van Ciawi Tasikmalaya). Ia masuk
tentara atas kesadarannya sendiri untuk membela tanah air.
Anak
bangsawan yang sudah berpendidikan formal MULO (SMP) mendirikan TKR di
Cicalengka taanggal 1 September 1945. Kemudian menjadi Wakas Res. X
Tasikmalaya (1946) dengan pangkat kapten. Lalu menjadi Ajudan Panglima
Kodam (Pangdam) VI Siliwangi (yang ketika itu dijabat AH Nasution).
Setelah itu menjadi Dirlat di Garut (1947) serta Komandan Batalyon
(Danyon) 1-U/III Cirebon (1947). Kemudian dipercaya menjabat Danyon
IV/Be XIII Solo (1949), Komandan Komando Militer Kota (Dan KMK) Cirebon,
Kas Ur Ex Knil Div Siliwangi (1950), Ka Su-II Div. Siliwangi (1951),
Kas Brigif-L Cirebon (1952), Dan Res XI/Cop Sektor A-1 (1952-l953) dan
lnspektur Jenderal (Irjen) T & TIll (1953-1954).
Ia pun
sempat menjadi Pengganti Sementara (Pgs) Su.2 TT III (1954-1957)
sebelum menjabat Dan Men 10-Dan RTP Sibolga dengan pangkat Letkol
(1957). Dari Sibolga, ia dipromosikan menjabat Komandan Komando Militer
Kota Besar (Dan KMKB) Jakarta Raya (1959). Lalu menjadi Pejabat (Ps)
Pangdam V/Jaya-I (1960) sampai menjadi Pangdam V/Jaya-1 (1961-l965)
dengan pangkat kolonel kemudian Brigjen. Pada saat menjabat Pangdam
V/Jaya ini ia ikut menumpas G-30-S/PKI.
Selain penumpasan
G-30-S/PKI, ia juga banyak terlibat dalam operasi militer, mulai dari
perlucutan senjata Jepang di Cicalengka/Tasikmalaya (l945), Kerusuhan
"Merah" di daerah Cirebon, Breber dan Tegal (1946-1947), Clash I
(1947-l948), dan Wehr Kreise II/Daerah Gerilya III Kuningan Barat
sebagai Komandan Batalyon I Brigade Cirebon (1947 -l948).
Ia juga
ikut dalam operasi penghancuran pasukan Sutan Akbar Ciniru/Kuningan
(1947), penumpasan Peristiwa Madiun sebagai Komandan Batalyon IV dengan
pangkat mayor (l948-l950), Clash II sebagal Komandan Ko Troepen Long
Mars Solo-Tasikmalaya Barat-Clamis Utara (1948-1950), penumpasan Darul
Islam (Dl) Jawa Barat (1950-1952), dan penumpasan PRRI di Tapanuli
(1958).
Kehandalannya mendukung Panglima Kostrad Mayjen Soeharto
menumpas PKI, ia pun dipercaya menjabat Panglima Komando Strategi
Tjadangan Angkatan Darat (Pangkostrad) (1965-l967) menggantikan Mayjen
Soeharto sendiri. Beberapa bulan kemudian diangkat menjadi Pangkolaga
(1966). Lalu menjadi Wakil Panglima Angkatan Darat (Wapangad)
(1967-1969). Karir militernya berpuncak sebagai Kepala Staf AD
(Desember 1969-AprII1973). Setelah itu, ia menjabat Ketua Badan
Pengawas Keuangan (BPK) selama 10 tahun (1973-l983). Kemudian ia
terpilih menjabat Wakil Presiden RI (1983-1988) mendampingi Presiden
Soeharto.
Umar seorang prajurit pejuang yang taat beragama. Ia
selalu tertib melakukan shalat liwa waktu. Ketika menjabat wakil
presiden, pada setiap bulan Ramadhan, dia selalu mengadakan shalat
tarawih di Istana Wakil Presiden. Ia juga orang yang tidak suka
kemewahan dan berfoya-foya. Ia orang yang sederhana.
Mantan
Wakil Presiden RI ke-4 (1983-1988) Umar Wirahadikusumah menghembuskan
napas terakhir, sekitar pukul 07.53 WIB, Jumat 21 Maret 2003 di Rumah
Sakit Pusat TNI-AD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, setelah sempat
mendapat perawatan intensif selama dua pekan. Ia seorang putera terbaik
bangsa yang jujur, rendah hati, taat pada aturan main dan lebih banyak
bekerja daripada berbicara. Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan ini
juga dinilai relatif bersih dari KKN. Ia juga orang yang legowo, tidak
ambisius, menerima apa adanya.
Mantan Pangkostrad kelahiran
Situraja, Sumedang, Jawa Barat 10 Oktober 1924, yang wafat pada usia 79
tahun, ini meninggalkan seorang istri, Ny Karlinah Djaja Atmadja, yang
dinikahinya 2 Februari 1957, dan dua orang anak, Rini Ariani dan Nila
Shanti, serta enam orang cucu. Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat petang pukul 16.00, dengan upacara
militer yang dipimpin mantan Wapres Jenderal (Purn) Try Sutrisno dan
komandan upacara Kolonel Tisna Komara (Asisten Intelijen Komando
Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat/Kostrad).
Ia menderita
penyakit jantung selama 13 tahun dan telah menjalani operasi by pass
jantung tahun 1989 di Herz Und Diabetes Zentrum di Badoeyhausen,
Jerman. Setelah operasi jantung tersebut, kesehatan almarhum cukup
baik, bahkan tetap bisa berolahraga golf. Namun sejak September 2002,
jantung mantan Pangdam V Jakarta Raya (1960-1966) ini kembali mengalami
gangguan dan harus menjalani perawatan lagi di Jerman.
Sepulang
dari perawatan di Jerman, ia terus menjalani home care karena daya
pompa jantungnya telah sangat melemah dan adanya bendungan pada paru
sehingga mengakibatkan sesak napas. Sejak 5 Maret 2003, ia dirawat di
paviliun Kartika RSPAD, sejak 8 Maret 2003, mendapat perawatan di ruang
ICU, hingga akhirnya wafat.
Setelah dimandikan di rumah duka
RSPAD, sekitar pukul 12.00 WIB, jenazahnya diusung ke Mesjid Istiqlal
untuk disembahyangkan. Kemudian, epat pukul 13.00, tiba di rumah
kediaman Jl Teuku Umar No.61, Jakarta Pusat untuk disemayamkan.
Beberapa tokoh melawat di antaranya mantan Presiden Soeharto, Presiden
Megawati Soekarnoputri, Wapres Hamzah Haz, mantan Presiden ke-3 RI BJ
Habibie, Mantan Wakil Presiden (Wapres) Sudharmono, Menko Kesra Jusuf
Kalla, KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu, KSAL Laksamana Bernard Kent
Sondakh, Kepala Polri Jenderal (Pol) Dai Bachtiar, Pangkostrad Letjen
Bibit Waluyo, Pangdam Jaya Mayjen Djoko Santoso, dan Kepala BIN
Hendropriyono.
Upacara pelepasan jenazah di rumah duka dipimpin
oleh KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu dengan komandan upacara Kolonel M
Nizam (Asisten Perencanaan Kostrad).
Bekerja Penerima
beberapa penghargaan (bintang jasa) ini dikenal sebagai sosok pejabat
yang lebih banyak bekerja daripada bicara. Ia juga seorang yang sangat
taat pada aturan. Ia tidak suka melihat staf atau pejabat lain yang
tidak menaati peraturan. Ia juga orang yang rendah hati dan tak mau
menonjol-nonjolkan diri. Ia bukan orang yang menghalalkan segala cara
untuk meraih sesuatu atau jabatan.
Nama Lengkap
|
Letnan Jenderal (Purn) Sudharmono SH
|
Nama Panggilan
|
Pak Dharmono
|
Jenis Kelamin
|
L
|
Tempat lahir
|
Gresik, Jawa Timur
|
Tanggal Lahir
|
12 Maret 1927
|
Tahun Diangkat
|
1988
|
Tahun Diberhentikan
|
|
Deskripsi
|
Wakil Presiden Republik Indonesia ke-5 periode
1988-1993, ini cukup lama mendampingi Presiden Soeharto saat berkuasa
sampai sesudah lengser, baik sebagai Menteri Negara Sekretaris Negara
dan Wakil Presiden maupun Koordinator Yayasan-yayasan yang didirikan Pak
Harto. Pak Dar, panggilan akrabnya, terpilih menjadi Wapres setelah
berhasil memimpin DPP Golkar dengan kemenangan mutlak pada Pemilu 1987.
Pria
bertubuh ceking dan enerjik ini, masih tampak bugar pada usia tuanya.
Lulusan Akademi Hukum Militer (1956) kelahiran Gresik, Jawa Timur, 12
Maret 1927, semasa hidup aktif mengorganisir kegiatan yayasan-yayasan
yang didirikan Pak Harto. Sejak muda, di tengah kesibukannya, dia gemar
berolahraga, telah menjadi salah satu penyebab kebugarannya.
Pada
periodenya sebagai Wapres, dia membentuk Tromol Pos 5000 sebagai
sarana pengawasan masyarakat. Selain itu dia memulai kunjungan kerja
Wakil Presiden RI ke tiap Propinsi, serta ke Departemen, Kantor Negara
dan Lembaga Departemen Non Pemerintah. Pada periode ini juga Rapat
Koordinasi Pengawasan diselenggarakan setiap tahun.
Saat
pemilihan Wakil Presiden pada Sidang Umum MPR Maret 1988, sempat
terjadi ketegangan antara yang menjagokan Sudharmono dan Try Sutrisno.
Sudharmono yang saat itu menjabat Mensesneg merangkap Ketua Umum DPP
Golkar dijagokan Golongan Karya unsur sipil (jalur G) dan birokarasi
(jalur B). Sementara Jenderal TNI Try yang menjabat Panglima Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (Pangab), dijagokan Golongan Karya unsur
militer (jalur A) yang dimotori Menkopolkam LB Moerdani.
Masing-masing,
punya kepentingan dalam kancah politik nasional. Puncaknya, Sudharmono
malah dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun, tuduhan
itu ditepis. Presiden Soeharto akhirnya menunjuk Sudharmono untuk
dipilih MPR jadi wakil presiden.
Terpilihnya Sudharmono jadi
Wakil Presiden tak terlepas dari keberhasilannya memimpin DPP Golongan
Karya. Pada periode kepemimpinannya, Golkar makin mendominasi
(mayoritas mutlak) politik Indonesia dengan meraih suara 72 persen pada
Pemilu 1997.
Sudharmono terpilih menjadi ketua Umum DPP Golkar
periode 1983-1988 pada Musyawarah Nasional III Golongan Karya (Golkar),
Oktober 1983. Dia menggantikan Amir Moertono.
Tak salah bila
disebut bahwa dia orang kepercayaan Pak Harto. Sangat lama dia
mendampingi Presiden Soeharto. Jabatan sekretaris negara, yang kemudian
menjadi Menteri Sekretaris Negara, dipercayakan padanya sejak 1970
hingga tahun 1988, sampai menjadi Wakil Presiden.
Dia benar-benar
bangkit sejak kebangkitan Orde Baru. Tuduhan keterlibatannya dalam
organisasi PKI, dinilai beberapa pihak tak beralasan. Sebab, konon pada
12 Maret 1966, sehari setelah keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1988,
bahwa Sudharmono yang ketika itu mengetuai Tim Operasionil Pusat
Gabungan-V Komando Operasi Tertinggi (Koti) bahkan memerintahkan
pengetikan naskah yang menyatakan PKI sebagai partai terlarang.
Sebagai
militer, suami dari Emma Norma dan ayah tiga anak, ini memulai
kiprahnya sejak zaman Perang Kemerdekaan, di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Dia bergabung dengan Divisi Ronggolawe berpangkat kapten.
Seusai perang, Pak Dhar menimba ilmu di Perguruan Tinggi Hukum Militer
(PTHM), hingga meraih gelar Sarjana Hukum. Setelah itu, dia sempat
bertugas sebagai jaksa tentara.
Letnan Jenderal (Purn)
Sudharmono SH, Wakil Presiden Kabinet Pembangunan V (11 Maret 1988-11
Maret 1993), meninggal dunia di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre
(MMC), Kuningan, Jakarta, Rabu 25 Januari 2006 pukul 19.40.
sumber: ensiklopedi tokoh Indonesia
|
Nama Lengkap
|
Prof. Dr.Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie
|
Nama Panggilan
|
B.J. Habibie
|
Jenis Kelamin
|
L
|
Tempat lahir
|
Pare-Pare, Sulawesi Selatan
|
Tanggal Lahir
|
25 Juni 1936
|
Tahun Diangkat
|
1998
|
Tahun Diberhentikan
|
|
Deskripsi
|
Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin
Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.
Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi
Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang
menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini
dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Masa
kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare,
Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan
Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda
ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September
1950 karena terkena serangan jantung. Tak lama setelah bapaknya
meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di Gouvernments
Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya,
terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok
favorit di sekolahnya.
Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954,
beliau masuk Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB). Beliau
mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960
yang kemudian mendapatkan gekar Doktor dari tempat yang sama tahun
1965. Habibie menikah tahun 1962, dan dikaruniai dua orang anak. Tahun
1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut Teknologi
Bandung.
Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh
kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat
dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van
Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu
menjadi berita. Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun
kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman
dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat
terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden
Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20
tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10
perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden
RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI
menggantikan Soeharto. Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada
Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa
pula lengser akibat refrendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato
Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali menjadi warga
negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman.
Biodata B.J. Habibie
Nama : Prof. Dr.Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie Lahir : Pare-Pare, 25 Juni 1936 Agama : Islam Jabatan : Presiden RI Ketiga (1998-1999)
Pendiri dan Ketua Dewan Pembina The Habibie Center Istri : dr. Hasri Ainun Habibie (Menikah 12 Mei 1962) Anak : Ilham Akbar dan Thareq Kemal Cucu : Empat orang Ayah : Alwi Abdul Jalil Habibie Ibu : R.A. Tuti Marini Puspowardoyo Jumlah Saudara: Anak Keempat dari Delapan Bersaudara
Pendidikan : • ITB Bandung, tahun 1954 •
Rheinisch Westfalische Technische Hochscule (RWTH), Aachen, Jerman,
dengan gelar Diplom-Ingenieur, predikat Cum laude pada Fakultas
Mekanikal Engineering, Departemen Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang
(1955-1960). • Rheinisch Westfalische Technische Hochscule (RWTH),
Aachen, Jerman, dengan gelar doktor konstruksi pesawat terbang,
predikat Summa Cum laude, pada Fakultas Mekanikal Engineering,
Departemen Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang (1960-1965). • Menyampaikan pidato pengukuhan gelar profesor tentang konstruksi pesawat terbang di ITB Bandung, pada tahun 1977.
Pekerjaan : •
Kepala Riset dan Pengembangan Analisis Struktur pada perusahaan
Hamburger Flugzeugbau Gmbh, Hamburg, Jerman antara tahun 1965-1969. •
Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada Pesawat Komersial dan Angkut
Militer MBB Gmbh, di Hamburg dan Munchen antara 1969-19973 • Wakil Presiden dan Direktur Teknologi pada MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen tahun 1973-1978 • Penasehat Senior Teknologi pada Dewan Direksi MBB tahun 1978. • Pulang ke Indonesia dan memimpin Divisi Advanced Technology Pertamina, yang merupakan cikal bakal BPPT, tahun 1974-1978. •
Penasehat Pemerintah Indonesia di Bidang Pengembangan Teknologi dan
Pesawat Terbang, bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik
Indonesia Soeharto pada tahun 1974-1978. • Menteri Negara Riset dan
Teknologi (Menristek) sekaligus Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) tahun 1978-1998. • Wakil Presiden R.I. pada 11 Maret 1998-21 Mei 1998. • Presiden RI 21 Mei 1998-20 Oktober 1999.
Organisasi: Pendiri dan Ketua Umum ICMI
Penghargaan: Theodore van Karman Award Sumber: Dari berbagai sumber antara lain The Habibie Center dan Soeharto Center.com
|
|
Nama Lengkap
|
Sri Sultan Hamengkubuwana IX
|
Nama Panggilan
|
HB IX
|
Jenis Kelamin
|
L
|
Tempat lahir
|
Sompilan Ngasem, Yogyakarta
|
Tanggal Lahir
|
12 April 1912
|
Tahun Diangkat
|
1973
|
Tahun Diberhentikan
|
|
Deskripsi
|
Lahir di Yogyakarta dengan nama G.R.M. Dorojatun
pada 12 April 1912, Hamengkubuwana IX adalah putra dari Sri Sultan
Hamengkubuwana VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Di umur 4 tahun
Hamengkubuwana IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh
pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung.
Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Rijkuniversiteit (sekarang
Universiteit Leiden), Belanda (Sultan Henkie). Hamengkubuwana IX
dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan
gelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana
Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah
ingkang Jumeneng Kaping Sanga. Ia merupakan sultan yang menentang
penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia
juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta
dengan predikat Istimewa. Sebelum dinobatkan, Sultan yang berusia
28 tahun bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan diplomat senior
Belanda Dr. Lucien Adams mengenai otonomi Yogyakarta. Di masa Jepang,
Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal
saluran irigasi Selokan Mataram. Sultan bersama Pakualam adalah
penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia.
Sultan yang mengundang Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta setelah
Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I.
Sultan Hamengku Buwana IX dalam jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia (1973-1978). Peranan
Sultan Hamengkubuwana IX dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 oleh TNI
masih tidak singkron dengan versi Soeharto. Menurut Sultan, beliaulah
yang melihat semangat juang rakyat melemah dan menganjurkan serangan
umum. Sedangkan menurut Pak Harto, beliau baru bertemu Sultan malah
setelah penyerahan kedaulatan. Sultan menggunakan dana pribadinya (dari
istana Yogyakarta) untuk membayar gaji pegawai republik yang tidak
mendapat gaji semenjak Agresi Militer ke-2. Sejak 1946 beliau pernah
beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden
Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di
bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden.
Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk
dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun,
ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah
karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada
Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN. Beliau ikut menghadiri perayaan
50 tahun kekuasaan Ratu Wilhelmina di Amsterdam, Belanda pada tahun
1938. Minggu malam 2 Oktober 1988, ia wafat di George Washington
University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman
para sultan Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta,
Indonesia. Sultan Hamengku Buwana IX tercatat sebagai Gubernur terlama
yang menjabat di Indonesia antara 1945-1988 dan Raja Kesultanan
Yogyakarta terlama antara 1940-1988.
Silsilah: Anak kesembilan dari Sultan Hamengkubuwono VIII dan istri kelimanya RA Kustilah/KRA Adipati Anum Amangku Negara/Kanjeng Alit.
Memiliki lima istri: 1. BRA Pintakapurnama/KRA Pintakapurnama tahun 1940 2. RA Siti Kustina/BRA Windyaningrum/KRA Widyaningrum/RAy Adipati Anum, putri Pangeran Mangkubumi, tahun 1943 3. Raden Gledegan Ranasaputra/KRA Astungkara, putri Raden Lurah Ranasaputra dan Sujira Sutiyati Ymi Salatun, tahun 1948 4. KRA Ciptamurti 5. Norma Musa/KRA Nindakirana, putri Handaru Widarna tahun 1976
Memiliki lima belas putra: 1. BRM Arjuna Darpita/KGPH Mangkubumi/KGPAA Mangkubumi/Sri Sultan Hamengkubuwono X dari KRA Widyaningrum 2. BRM Murtyanta/GBPH Adi Kusuma/KGPH Adi Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Dr. Sri Hardani 3. BRM Ibnu Prastawa/GBPH Adi Winata dari KRA Widyaningrum, menikah dengan Aryuni Utari 4. BRM Kaswara/GBPH Adi Surya dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Andinidevi 5. BRM Arumanta/GBPH Prabu Kusuma dari KRA Astungkara, menikah dengan Kuswarini 6. BRM Sumyandana/GBPH Jaya Kusuma dari KRA Windyaningrum 7. BRM Kuslardiyanta dari KRA Astungkara, menikah dengan Jeng Yeni 8. BRM Anindita/GBPH Paku Ningrat dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Nurita Afridiani 9. BRM Sulaksamana/GBPH Yudha Ningrat dari KRA Astungkara, menikah dengan Raden Roro Endang Hermaningrum 10. BRM Abirama/GBPH Chandra Ningrat dari KRA Astungkara, menikah dengan Hery Iswanti 11. BRM Prasasta/GBPH Chakradiningrat dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Lakhsmi Indra Suharjana 12. BRM Arianta dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Farida Indah. 13. BRM Sarsana dari KRA Ciptamurti 14. BRM Harkamaya dari KRA Ciptamurti 15. BRM Svatindra dari KRA Ciptamurti
Memiliki tujuh putri: 1.
BRA Gusti Sri Murhanjati/GKR Anum dari KRA Pintakapurnama, menikah
dengan Kolonel Budi Permana/KPH Adibrata yang menjadi Gubernur Sulawesi
Selatan 2. BRA Sri Murdiyatun/GBRAy Murda Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan KRT Murda Kusuma 3. BRA Dr Sri Kuswarjanti/GBRAy Dr. Riya Kusuma dari KRA Widyaningrum, menikah dengan KRT Riya Kusuma 4. BRA Dr Sri Muryati/GBRAy Dr. Dharma Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan KRT Dharma Kusuma 5. BRA Kuslardiyanta dari KRA Ciptomurti 6. BRA Sri Kusandanari dari KRA Astungkara 7. BRA Sri Kusuladewi/BRAy Padma Kusuma dari KRA Astungkara, menikah dengan KRT Padma Kusuma
Pendidikan • Taman kanak-kanak atau Frobel School asuhan Juffrouw Willer di Bintaran Kidul • Eerste Europese Lagere School (1925) • Hogere Burger School (HBS, setingkat SMP dan SMU) di Semarang dan Bandung (1931) • Rijkuniversiteit Leiden, jurusan Indologie (ilmu tentang Indonesia) kemudian ekonomi
Jabatan: Sultan Hamengkubuwana IX dalam masa Revolusi Nasional Indonesia sekitar akhir 1940-an. • Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta (1945) • Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947) • Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 - 11 November 1947 dan 11 November 1947 - 28 Januari 1948) • Menteri Negara pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949) • Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 - 20 Desember 1949) • Menteri Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950) • Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 27 April 1951) • Ketua Dewan Kurator Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1951) • Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956) •
Ketua Sidang ke 4 ECAFE (Economic Commision for Asia and the Far East)
dan Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif Colombo Plan
(1957) • Ketua Federasi ASEAN Games (1958) • Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959) • Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata (1963) • Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966) • Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966) • Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968) • Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia/KONI (1968) • Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel Association (PATA) di California, Amerika Serikat (1968) • Wakil Presiden Indonesia (25 Maret 1973 - 23 Maret 1978)
Pahlawan Nasional: Hamengkubuwana IX diangkat menjadi pahlawan nasional Indonesia tanggal 8 Juni 2003 oleh presiden Megawati Soekarnoputri.
|
|